Empirical Background
Sign Up

Latar Belakang Empiris

Batak merupakan salah satu suku bangsa dari 1300 lebih jumlah suku bangsa di Indonesia, yang memiliki asal-usul dan/atau bermukim di seputaran Kawasan Danau Toba sampai ke pantai barat dan pantai timur Sumatera Utara. Pada awalnya sebelum Indonesia merdeka, orang Batak menyebut dirinya Bangso Batak, karena ada kemandirian dalam dirinya yang cukup memberi identitas Bangsa, yaitu memiliki wilayah atau kampung halaman sendiri di Kawasan Danau Toba, memiliki bahasa yaitu Bahasa Batak, memiliki aksara yaitu Aksara Batak.

Bangsa Batak disebut sebagai Suku Batak setelah Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda yang diperjuangkan dan direbut bersama-sama dengan suku lainnya dan kemudian bersatu menjadi Bangsa Indonesia. Perjuangan Bangsa Batak melawan penjajahan Belanda terjadi di wilayah Tapanuli tahun 1878 sampai dengan 1907 yang dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII. Perjuangan serupa terjadi juga di daerah lainnya di sekitar Kawasan Danau Toba sampai ke pantai barat dan pantai timur Sumatera Utara. Selanjutnya pada tahun 1928, pemuda pemudi Batak yang tergabung dalam Jong Batak bersama-sama pemuda dari suku lainnya menyatakan komitmen keindonesiaan melalui pernyataan bersama Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang embrionya telah ada sebelum lahirnya Organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908. Semua suku membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dalam semangat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, resmilah Bangsa Indonesia terbentuk dan dideklarasikan pada saat Proklamasi 17 Agustus 1945.

Pada perkembangannya, masyarakat Suku Batak yang mendiami dan bermukim di berbagai tempat di kawasan Danau Toba, yang selanjutnya menjadi kampung halaman puak-puak Batak, yaitu (diabjadkan) Batak Angkola/Mandailing, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun dan Batak Toba; atau orang-orang yang menyandang identitas suku Batak, yaitu saudara-saudaranya dari suku atau etnik atau bangsa lain yang diberikan marga Batak, telah hidup menyebar ke seluruh pelosok tanah air di Indonesia maupun luar negeri. Penandanya adalah orang tersebut memiliki nama keluarga (marga) di belakang namanya, berjiwa kekerabatan Batak dan mempunyai silsilah yang jelas mulai dari nenek moyangnya, yaitu pemberi marga yang pada awalnya merupakan nama sendiri, bahkan sampai pada garis keturunan awal mulai dari manusia Batak pertama, yaitu si Raja Batak. 

Pada abad modern dengan semua ciri-cirinya yang luar biasa banyak dan terus berkembang, menjadi penghalang dan kendala besar untuk memelihara jatidiri dan budaya Batak tersebut. Manusia, bila tercerabut dari jatidiri dan budaya yang kemungkinan besar akan menjadi manusia yang hanya sekedar hidup dan tidak memikirkan generasi penerus, apalagi peduli dengan masa lalu generasinya dan kampung halamannya. Pada umumnya, manusia yang demikian melayang-layang di arus pergaulan dunia karena tidak mempunyai akar yang kuat yaitu jatidirinya. Akibatnya, etnik dan suku dengan budayanya akan punah. Perubahan dunia yang begitu cepat disertai arus globalisasi yang kuat pula, mengakibatkan percepatan dan memperbesar manusia semakin individualistis, egoistis, bahkan makin merasa asing satu sama lain. Salah satu upaya untuk mengatasi fenomena ini dengan cara melestarikan dan mengembangkan jatidiri, budaya, dan cinta kampung halaman.

Kebudayaan Batak tergolong tua dan memiliki nilai dasar dan nilai luhur habatkon yang tercermin dari filsafat, sistem kepercayaan, sistem mata pencaharian, sistem pertanian, sistem teknologi, pertanggalan, kesehatan, bahasa dan kesusasteraan, aksara, legenda, ilmu astronomi, benda arkeologi, kesenian, adat-istiadat yang mengatur kehidupannya. Nilai-nilai ini disebut Dalihan Na Tolu/ Dalian Na Tolu/ Tolu Sahundulan/ Rakut Sitelu/ Dalikan Sitelu, kearifan lokal dalam melestarikan lingkungan hidup dan tata cara dalam pergaulan sehari-hari serta mempunyai semangat belajar yang tinggi dan berdiaspora.

Untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai habatkon, memberdayakan generasi muda Batak, dan berkontribusi untuk pembangunan jatidiri bangsa dalam bingkai keberagaman, serta menjadi pusat nurani orang Batak dalam mempertemukan arus-arus kebudayaan yang berbeda dan saling bersinergi, maka disepakati membentuk perkumpulan Pusat Habatakon atau yang lebih populer disebut BATAK CENTER.