Mision
Sign Up

Sejarah Berdirinya

Sejarah Berdirinya

Diskursus tentang perlunya dibentuk suatu lembaga untuk mempersatukan seluruh puak Batak dalam semangat BATAK RAYA telah mengemuka sejak pertengahan tahun 2016. Berawal dari diskusi Kamisan Gerakan Cinta Danau Toba (GCDT), di mana dipandang perlu menghimpun potensi dan energi positif orang/ Bangsa Batak untuk membangun (kembali) Batak dan habatakon melalui upaya menggali-temukan nilai-nilai luhur habatakon yang menopang kehadiran/eksistensi orang/ Bangsa Batak, tidak saja di Tano Batak, tetapi juga yang telah berdiaspora di daerah lain di Indonesia maupun di berbagai penjuru dunia; lintas puak, lintas agama dan kepercayaan, lintas generasi, lintas gender dan lintas zonasi/benua.

Gagasan ini juga telah melalui konsultasi dengan beberapa sesepuh atau natuatua melalui diskusi terbuka yang dilakukan berulang kali, maka gagasan tersebut disambut serta dirasa perlu untuk direalisasikan. Gagasan sebagaimana hasil diskursus terbuka tersebut, menjadi landasan dalam membuat draft Anggaran Dasar BATAK CENTER, termasuk menekankan bahwa nilai habatakon “sinkron” dengan sila-sila dalam Pancasila dan tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan dalam UUD Negara RI Tahun 1945.  Tidak pula bertentangan dengan kemanusiaan, persaudaraan sejati dan peradaban mondial serta bersinergi dengan ajaran agama yang dianut oleh masing-masing. Bahkan melampaui batas-batas negara (boarderless). Sebagai warga negara Republik Indonesia, nilai-nilai habatakon itu dapat diimplementasikan dalam praxis kehidupan-bersama di mana pun kita berada.

Atas dasar itu maka pada tanggal 12 September 2017, Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) dan Forum Bangso Batak Indonesia (FBBI) mengeluarkan SK Bersama Tim Persiapan Pembentukan Pusat Habatakon/ BATAK CENTER yang kemudian dikuatkan dengan bergabungnya Forum Peduli Bona Pasogit (FPBP). Tim ini dipimpin oleh Drs. Jerry R.H.Sirait dan Ir. Judika Malau sebagai sekretaris. Adapun tugas Tim Persiapan Pembentukan Pusat Habatakon/ BATAK CENTER adalah:

  1. Menyusun Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).
  2. Menyusun dan melengkapi personalia kepengurusan BATAK CENTER sebagai wadah bersama bagi puak Angkola, Karo, Mandailing Pakpak, Simalungun, dan Toba.
  3. Mengurus administrasi pendaftaran ke Notaris dan Badan Hukum Perkumpulan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
  4. Mempersiapkan pelantikan pengurus BATAK CENTER. 

Selanjutnya, pada hari Sabtu, tanggal 18 Agustus 2018 bertempat di Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur diadakan Rapat Pendirian Pusat Habatakon/ BATAK CENTER atas undangan Tim Persiapan Pembentukan Pusat Habatakon/ BATAK CENTER. Tepat pukul 18.00 WIB, Perkumpulan Pusat Habatakon atau BATAK CENTER resmi didirikan dengan pimpinan rapat yakni Drs. Jerry R.H Sirait selaku Ketua, Ir. Judika Malau dan Jhohannes Marbun, S.S., M.A. selaku Sekretaris. Pendiri BATAKCENTER berjumlah 136 orang.

 

 

Latar Belakang Empiris

Latar Belakang Empiris

Batak merupakan salah satu suku bangsa dari 1300 lebih jumlah suku bangsa di Indonesia, yang memiliki asal-usul dan/atau bermukim di seputaran Kawasan Danau Toba sampai ke pantai barat dan pantai timur Sumatera Utara. Pada awalnya sebelum Indonesia merdeka, orang Batak menyebut dirinya Bangso Batak, karena ada kemandirian dalam dirinya yang cukup memberi identitas Bangsa, yaitu memiliki wilayah atau kampung halaman sendiri di Kawasan Danau Toba, memiliki bahasa yaitu Bahasa Batak, memiliki aksara yaitu Aksara Batak.

Bangsa Batak disebut sebagai Suku Batak setelah Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda yang diperjuangkan dan direbut bersama-sama dengan suku lainnya dan kemudian bersatu menjadi Bangsa Indonesia. Perjuangan Bangsa Batak melawan penjajahan Belanda terjadi di wilayah Tapanuli tahun 1878 sampai dengan 1907 yang dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII. Perjuangan serupa terjadi juga di daerah lainnya di sekitar Kawasan Danau Toba sampai ke pantai barat dan pantai timur Sumatera Utara. Selanjutnya pada tahun 1928, pemuda pemudi Batak yang tergabung dalam Jong Batak bersama-sama pemuda dari suku lainnya menyatakan komitmen keindonesiaan melalui pernyataan bersama Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang embrionya telah ada sebelum lahirnya Organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908. Semua suku membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dalam semangat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, resmilah Bangsa Indonesia terbentuk dan dideklarasikan pada saat Proklamasi 17 Agustus 1945.

Pada perkembangannya, masyarakat Suku Batak yang mendiami dan bermukim di berbagai tempat di kawasan Danau Toba, yang selanjutnya menjadi kampung halaman puak-puak Batak, yaitu (diabjadkan) Batak Angkola/Mandailing, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun dan Batak Toba; atau orang-orang yang menyandang identitas suku Batak, yaitu saudara-saudaranya dari suku atau etnik atau bangsa lain yang diberikan marga Batak, telah hidup menyebar ke seluruh pelosok tanah air di Indonesia maupun luar negeri. Penandanya adalah orang tersebut memiliki nama keluarga (marga) di belakang namanya, berjiwa kekerabatan Batak dan mempunyai silsilah yang jelas mulai dari nenek moyangnya, yaitu pemberi marga yang pada awalnya merupakan nama sendiri, bahkan sampai pada garis keturunan awal mulai dari manusia Batak pertama, yaitu si Raja Batak. 

Pada abad modern dengan semua ciri-cirinya yang luar biasa banyak dan terus berkembang, menjadi penghalang dan kendala besar untuk memelihara jatidiri dan budaya Batak tersebut. Manusia, bila tercerabut dari jatidiri dan budaya yang kemungkinan besar akan menjadi manusia yang hanya sekedar hidup dan tidak memikirkan generasi penerus, apalagi peduli dengan masa lalu generasinya dan kampung halamannya. Pada umumnya, manusia yang demikian melayang-layang di arus pergaulan dunia karena tidak mempunyai akar yang kuat yaitu jatidirinya. Akibatnya, etnik dan suku dengan budayanya akan punah. Perubahan dunia yang begitu cepat disertai arus globalisasi yang kuat pula, mengakibatkan percepatan dan memperbesar manusia semakin individualistis, egoistis, bahkan makin merasa asing satu sama lain. Salah satu upaya untuk mengatasi fenomena ini dengan cara melestarikan dan mengembangkan jatidiri, budaya, dan cinta kampung halaman.

Kebudayaan Batak tergolong tua dan memiliki nilai dasar dan nilai luhur habatkon yang tercermin dari filsafat, sistem kepercayaan, sistem mata pencaharian, sistem pertanian, sistem teknologi, pertanggalan, kesehatan, bahasa dan kesusasteraan, aksara, legenda, ilmu astronomi, benda arkeologi, kesenian, adat-istiadat yang mengatur kehidupannya. Nilai-nilai ini disebut Dalihan Na Tolu/ Dalian Na Tolu/ Tolu Sahundulan/ Rakut Sitelu/ Dalikan Sitelu, kearifan lokal dalam melestarikan lingkungan hidup dan tata cara dalam pergaulan sehari-hari serta mempunyai semangat belajar yang tinggi dan berdiaspora.

Untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai habatkon, memberdayakan generasi muda Batak, dan berkontribusi untuk pembangunan jatidiri bangsa dalam bingkai keberagaman, serta menjadi pusat nurani orang Batak dalam mempertemukan arus-arus kebudayaan yang berbeda dan saling bersinergi, maka disepakati membentuk perkumpulan Pusat Habatakon atau yang lebih populer disebut BATAK CENTER.

Visi

Visi

     Terwujudnya Masyarakat Batak Raya yang mampu melestarikan dan mengembangkan budaya dan peradaban Batak yang modern demi kemajuan dan martabat suku Batak sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia dan masyarakat dunia.

 

 

Asas

Asas

         BATAK CENTER berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan dalam semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.

 

 

Misi

Misi

  1.  Menggali dan mengaktualisasikan nilai-nilai luhur habatakon sebagai unsur nilai Pancasila dan diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  2. Menghimpun, melestarikan, dan mengembangkan hasil karya, warisan budaya Batak maupun lingkungan hidup sebagai sarana edukasi dan penguatan jatidiri bangsa.
  3. Meningkatkan pengetahuan dan apresiasi budaya Batak serta merayakan warisan Batak melalui program, pelayanan, dan sumber daya yang dimiliki.
  4. Memberdayakan masyarakat dan memajukan kebudayaan Batak di tengah peradaban dunia sehingga berkontribusi lebih baik untuk kesejahteraan masyarakat, bangsa, dan negara.

More Articles...

  1. Tujuan